All about Us

Rabu, 09 Desember 2015

Membangun Ekonomi Kejamaahan Dengan Optimalisasi ZAKAT

Sebuah Pengantar Tentang Zakat (Bagian pertama)


A.       Pengertian zakat.
Zakat secara harfiah (bahasa) berarti berkembang, bertambah dan banyak kebaikannya (Kifayatul akhyar, h 172). Sedangakan menurut ulama fiqih (istilah) berati sebutan untuk takaran harta atau benda tertentu yang dikeluarkan untuk beberapa penerima (mustahiq) tertentu pula dengan syarat-syarat tertentu.
Karena harta yang diambil dan dikeluarkan untuk zakat akan terus bertambah banyak seiring dengan kabahagiaan penerimanya dan kemanfaatnan barang/harta tersebut.

B.        Dalil perintah zakat.
Dengan zakat membersihkan diri dan harta pemiliknya dan membawa ketenangan dan berkah bagi mereka, Allah SAW berfirman,
خُذْ مِنْ اَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيْهِمْ بِهَا وَصَلِّ عَلَيْهِمْ اِنَّ صَلَوتَكَ سَكَنٌ لَهُمْ وَاللهُ سَمِيْعٌ عَلِيْمٌ ( التوبة:١٠٣)
Artinya:“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”. (Q.S. At-Taubah; 9:103).
Di tempat lain, Allah menguatkan bahwa di sekeliling orang berada ada hak-hak mereka dalam harta yang dimilki. Allah menegaskan,
وَفِيْ اَمْوَالِهِمْ حَقٌّ لِلسَّائِلِ وَالْمَحْرُوْمِ (الذريات:١٩ )
Artinya:“Dan pada harta-arta mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak mendapat bagian”.(Q.S.Az-Dzariayat:19).


C.       Perundang-undang Zakat
Pasca disahkan dan diundangkannya Undang-undang No. 23 tahun 2011 bulan Oktober dan Nopember 2011, banyak menyisakan pekerjaan yang harus segera dituntaskan secara arif dan bijak.
Hampir di semua tingkatan masa kerja pengurus sudah habis masa baktinya, baik provinsi maupun kabupaten/kota para pengelola zakat terkena sindrom kegamangan, mana yang harus dipedomani atau dijadikan dasar pelaksanaan pengelolaan zakat. Apakah Undang-undang No. 38 tahun 1999 ataukah Undang-undang No. 23 tahun 2011?
Menggunakan regulasi No. 38/1999 sudah ada penggantinya, yaitu  regulasi No. 23/2011 dan sudah dicabut dan dinyatakan sudah tidak berlaku lagi (Pasal 45 UU No. 23/2011) yang berbunyi: Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 164; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3885) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Namun menurut UU tersebut dikecualikan dalam hal yang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini, dinyatakan masih tetap berlaku, seperti yang dinyatakan dalam Pasal 44 UU No. 23/2011, yang berbunyi: Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, semua Peraturan Perundang-undangan tentang Pengelolaan Zakat dan peraturan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat (Lembaran Negera Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 164; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3885) dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini.
Berkaitan dengan regulasi kepengurusan, baik BAZNAS, BAZNAS provinsi, dan BAZNAS kabupaten/kota, bahwa kepengurusan BAZNAS provinsi dan BAZNAS kabupaten/kota menurut regulasi yang teranyar banyak perbedaan dengan regulasi yang lawas.
Perbedaan tersebut yang sangat signifikan antara lain dalam hal kepengurusan, Undang-undang yang lawas struktur organisasi BAZNAS pusat, BAZDA provinsi, dan BAZDA kabupaten/kota, serta BAZ kecamatan modelnya  sama, ada unsur pertimbangan, unsur pengawas,  dan unsur pelaksana (Ps. 6 ayat (5) UU No. 38/1999). Surat penetapan susunan pengurus BAZNAS ditandatangi oleh Presiden, susunan pengurus BAZDA provinsi ditandatangi oleh Gubernur, susunan pengurus BAZDA kabuapten/kota ditandatangi oleh Bupati/Walikota, dan susunan pengurus BAZ kecamatan ditandatangi oleh Camat (Ps. 1 ayat (1), Ps. 2 ayat (1), Ps. 3 ayat (1), dan Ps. 4 ayat (1) Kep. Dirjen BIUH No. D/291 tahun 2000). Surat Keputusan pengurus tersebut sekaligus menjadi dasar pengesahan lembaga-lembaga BAZ.
Sedangkan dalam undang-undang yang anyar kepengurusan BAZNAS (maksudnya Pusat) bersifat komisioner sebanyak 11 orang angota, terdiri dari unsur Pemerintah 3 orang dan unsur masyarakat 8 orang (Pasal 8 ayat (1) dan ayat (2) dan dalam melaksanakan tugasnya, BAZNAS dibantu oleh sekretariat. Sementara untuk kepengurusan BAZNAS provinsi dan BAZNAS kabupaten/kota tidak bersifat komisioner dan diamanatkan kepada Peraturan Pemerintah yang sampai saat ini (3 Juni 2013) masih dalam pembahasan di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.
Kaitannya dengan kepengurusan, baik BAZNAS provinsi maupun BAZNAS kabupaten/kota bahwa dalam Undang-undang No. 23 tahun 2011 sebelum membentuk kepengurusan, terlebih dahulu harus dibentuk lembaga BAZNAS yang diusulkan oleh gubernur untuk BAZNAS provinsi kepada Menteri Agama, dan bupati/walikota untuk BAZNAS kabupaten/kota kepada Menteri Agama atau pejabat yang ditunjuk, seperti telah dijelaskan dalam Pasal 15 (UU no. 23/2011) ayat (2) BAZNAS provinsi dibentuk oleh Menteri atas usul gubernur setelah mendapat pertimbangan BAZNAS. Dan ayat (3) BAZNAS kabupaten/kota dibentuk oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk atas usul bupati/walikota setelah mendapat pertimbangan BAZNAS.
Oleh sebab itu, Kementerian Agama RI telah mengeluarkan surat edaran pembentukan BAZNAS dengan nomor: DJ.II/III/1/BA.03.2/775/2013 tanggal 11 April 2013,  yang ditujukan ke seluruh gubernur, bupati dan walikota untuk segera mengusulkan pembentukan lembaga BAZNAS pada masing-masing tingkatan kepada Menteri Agama RI. Surat edaran tersebut dapat di download pada website bimasislam.kemenag.go.id .
Dalam hal kepengurusan baik BAZNAS provinsi maupun BAZNAS kabupaten/kota yang masa baktinya sudah habis, tidak sedikit pengurus BAZNAS tidak mau menandatangani dengan hal-hal yang sifatnya kebijakan baik dari sisi keungan maupun dari sisi administrative. Sebenarnya hal tersebut tidak perlu terjadi, jika para pengurus mau memahami dan mendalami ayat-ayat yang terdapat dalam pasal 43 Bab X Peraturan Peralihan UU No. 23/2011 yang berbunyi:
(1) Badan Amil Zakat Nasional yang telah ada sebelum Undang-Undang ini berlaku tetap menjalankan tugas dan fungsi sebagai BAZNAS berdasarkan Undang-Undang ini sampai terbentuknya BAZNAS yang baru sesuai dengan Undang-Undang ini.
(2) Badan Amil Zakat Daerah Provinsi dan Badan Amil Zakat Daerah kabupaten/kota yang telah ada sebelum Undang-Undang ini berlaku tetap menjalankan tugas dan fungsi sebagai BAZNAS provinsi dan BAZNAS kabupaten/kota berdasarkan Undang-Undang ini sampai terbentuknya kepengurusan baru berdasarkan Undang-Undang ini.
Ayat (1) ditujukan kepada Badan Amil Zakat Nasional dan ayat (2) ditujukan kepada Badan Amil Zakat Daerah Provinsi dan Badan Amil Zakat Daerah kabupaten/kota. Selama BAZNAS, BAZDA provinsi dan BAZDA kabupaten/kota sudah ada sebelum Undang-Undang ini masih tetap dapat menjalankan tugas dan fungsinya sebagai BAZNAS, BAZNAS provinsi, dan BAZNAS kabupaten/kota berdasarkan undang-undang yang teranyar.
Adapun BAZ kecamatan (UU No. 38/1999) termasuk yang tidak diatur lagi dalam UU No. 23/2011 dan harus menjadi Unit Pengumpul Zakat (UPZ) dari BAZNAS kabupaten/kota. Bahkan unit yang dulunya UPZ dari BAZ kecamatan, seperti dengan regulasi yang anyar dapat menjadi UPZ dari BAZNAS kabupaten/kota
Ini dapat dipahami bahwa ketika masa bakti pengurus BAZNAS sudah habis, maka pengurus yang ada masih bisa menjalankan tugas dan fungsi BAZNAS sampai adanya kepengurusan yang baru sesuai dengan UU No. 23 tahun 2011. Oleh karena itu, kepengurusan yang sudah habis masa baktinya masih legal dan sah melakukan kegiatan pengelolaan zakat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar