a)
Pengertian thaharah atau bersuci.
Dalam hukum Islam,
soal bersuci dan segala seluk beluknya termasuk bagian ilmu dan amalan yang
terpenting, terutama karena di antara syarat-syarat shalat telah ditetapkan
bahwa seseorang yang akan mengerjakan shalat diwajibkan bersuci dari hadas dan
najis, juga suci badan, pakaian dan tempat.
Allah SWT berfirman
dalam surat al-Baqarah ayat 222, yang berbunyi,
اِنَّ اللهَ يُحِبُّ التَّوَّابِيْنَ وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِيْنَ
Artinya :
”Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang taubat dan menyukai orang-orang
yang menyucikan dirinya.”
b)
Ketika berbicara bersuci, maka ada 5 hal yang perlu
diperhatikan, yakni :
1.
Alat bersuci,
seperti air, tanah dan sebagainya.
2.
Cara bersuci
(kaifiyat thaharah).
3.
Macam dan jenis
najis yang wajib dibersihkan.
4.
Benda-benda yang
wajib disucikan.
5.
Sebab-sebab atau
keadaan yang menyebabkan wajib bersuci.
c)
Jenis-jenis
bersuci, ada 2 hal:
1.
Bersuci dari
hadas. Bagian ini khusus untuk badan, seperti wudlu, tayamum dan mandi besar.
2.
Bersuci dari
najis.
d)
Macam-macam air
dan pembagiannya.
1.
Air suci dan
mensucikan.
Air
yang demikian bolehh dipakai mandi dan sah dipakai untuk mensucikan
(embersihkan) benda yang lain. yaitu air yang jatuh dari langit atau terbit
dari bumi dan masih tetap belum berubah keadaannya, seperti air hujan, air
lautm air sumur, air es yang sudah hancur kembali, air embun dan air yang
keluar dari mata air.
Firman
Allah SWT, dalam al-Anfal ayat 11,
وَيُنَزِّلُ عَلَيْكُمْ
مِنَ السَّمَاءِ مَاءً لِيُطَهِّرَكُمْ بِهِ
“Dan
Allah menurunkan kepadamu hujan dari langit untuk menyucikan kamu dengan hujan
itu.”
Sabda
Rasulullah SAW,
عَنْ اَبِيْ
هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ سَأَلَ رَجُلٌ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ اِنَّا نَرْكَبُ اْلبَحْرَ وَنَحْمِلُ
مَعَنَا اْلقَلِيْلَ مِنَ الْمَاءَ. فَاْنَ نَوَضَّأنَا بِهِ عَطِشْنَا
أَفَنَتَوَضَّأُ بِمَاءِ الْبَحْرِ؟ فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ : هُوَ الطَّهُوْرُ
مَاؤُهُ وَالْحِلُّ مَيِّتَتُهُ (رَوَاهُ الْخَمْسَةُ وَقَالَ اْلتُّرْمِيْذِيُّ
هَذَا حَدِيْثٌ صَحِيْحٌ)
“Dari
Abu Hurairah r.a. Telah bertanya seorang laki-laki kepada Rasulullah Saw, Kata
laki-laki itu, “Ya Rasulullah, kami berlayar di alutan dan kami hnaya membawa
air sedkit, jika kami pakai untuk berwudlu, maka kami akan kehausan. Bolehkah
kami pakai air itu dengan air laut?” Jawab Rasulullah Saw., “Air laut itu suci
lagi menyusikan, bangkainya halal dimakan.” (Riwayat lima ahli hadis dan
al-Turmidzi berkata ini hadis sohih).
لَمَّا سُئِلَ
النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ بِئْرِ بُضَاعَةٍ ! قَالَ :
الْمَاءُ لاَ يَنْجُسُهُ شَيْءٌ (رَوَاهُ اْلتُّرْمِيْذِيُّ هَذَا حَدِيْثٌ
حَسَنٌ)
“Tatkala
Nabi SAW., ditanya tentang sumur buda’ah, beliau menjawab, “Airnya tidak dinajisi
suatu apapun.” (Riwayat al-Turmidzi dan katanya hadis ini hasan).
Perubahan
yang tidak menghilangkan keadaan atau sifaynya, “Suci menyusikan -“Walau
perubahan itu terjadi pada salah satu dari semua sifatnya yang tiga (warna,
rasa dan baunya)- adalah sebagai berikut :
a. Berubah
karena tempatnya, seperti air yang tergenang atau mengalir di batu belerang.
b. Berubah
karena lama tersimpan.
c. Berubah
karena sesuatu yangterjadi padanya, seperti berubah karena ikan atau kiambang.
d. Berubaj
karena tanah yang suci, begitu juga segala perubahan yang sukar memeliharanya,
misalnya berubah karena dedaunan yan jatuh dari pohon-pohon yan berdekatan
dengan sumur atau tempat-tempat air itu.
2.
Air suci, tapi
tidak mensucikan.
Zatnya
suci tapii tidak sah untuk mensucikan sesuatu. Yang termasuk dalam bagian ini ada tiga jenis,
yaitu :
a. Air
yang telah berubah salah satu sifatnya Karen atercampur dengan sesuatu benda yang suci selain dari
perubahan yang tersebut di atas, seperti sir kopi, the dan sebagainya.
b. Air
sedikit kurang dari 2 kullah, sudah terpakai untuk menghilangkan hadas atau
najis, sedangkan air itu tidak berubah sifatnya dan tidak pula bertambah
timbangannya.
c. Air
pohon-pohonan, seperti air yang keluar dari tekukan pohon bamboo, air nira dan
air kelapa.
3.
Air najis.
Air
yang termasuk bagian ini ada dua macam, yaitu :
a. Air
berubah salah satu sifatnya oleh najis. Sir ini tidak boleh dipakai lagi, baik
sedikit maupun banyak, sebab hukumnya seperti najis.
b. Air
bernajis, tetapi tidak berubah salah satu sifatnya. Air ini kalau sedikit -berarti kurang 2
kullah – tidak boelh dipakai lagi, bahkan hukumnya sama dengan najis.
Sabda
Rasulullah Saw,
الْمَاءُ لَا يُنَجِّسُهُ شَيْءٌ اِلاَّ مَا
غَلَبَ عَلَى طَعْمِهِ اَوْ لَوْنِهِ اَوْ رِيْحِهِ( رَوَاهُ اِبْنُ مَاجَهٍ
وَالْبَيْهَقِيُّ)
“Air
itu tidak dinajisi sesuatu, kecuali apabila berubah rasanya, warnanya dan
baunya.” (Riwayat Ibnu Majah dan al-Turmidzi).
اِذَا كَانَ
الْمَاءُ قُلَّتَيْنِ لَمْ يُنَجِّسهُ شَيْءٌ ( رَوَاهُ الْخَمْسَةُ)
“Jika
air cukup dua kullah, tidak dinajisi oleh sesuatu apapun, kecuali apabila
berubah rasanya, warnanya dan baunya.” (Riwayat Lima Ahli Hadis).
4.
Air makruh.
Air
yang terjemu roleh sinar matahari dalam bejana, selain bejana emas dan perak.
air ini makruh dipakai untuk badan, tapi tidak makruh untuk pakaian kecuali air yang terjemur di tanah, seperti
air sawah, air kolah atau air-air yang bukan benajana yang mungkin berkarat.
Sabda
Rasulullah Saw,
عَنْ
عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ اَنَّهَا سَخَّنَتْ مَاءً فِي الشَّمْسِ فَقَالَ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَهَا لاَ تَفْعَلِيْ يَا حُمَيْرَاءُ فَاِنَّهُ
يَوْرِثُ الْبَرَصَ ( رَوَاهُ الْبَيْهَقِيُّ)
“Dari
Aisyah r.a., bahwa beliau pernah memanaskan air pada cahaya matahari, maka
Rasulullas Saw., berkata padanya, “Janganlah Engkau berbuat yang demikian, ya
Aisyah! Sesungguhnya air yang dijemur itu dapat emnumbulkan penyakit sopak.”
(Riwayat al-Baihaqi).
e)
Benda-benda yang termasuk najis.
Suatu benda pada asalnya
suci, selama tidak ada dalil yang menunjukannya najis. Benda najis itu banyak,
di antaranya adalah :
- Bangkai binatang darat yang berdarah, selain mayat manusia.
Adapun
bangkai binatang laut – seperti ikan – dan bangkai binatang darat yang tidak berdarah
ketika masih hidup – seperti belalang – serta mayat manusia, semuanya suci.
حُرِّمَتْ عَلَيْكُمُ الْمَيِّتَةُ ( المائدة : ۳ )
“Diharamkan bagimu (memakan) bangkai (Al-Maidah:3).
Adapaun bangkai binatang
laut, binatang darat tang tidak berdarah dan mayat manusia tidak termasuk
najis, dari keumuman ayat di atas karena ada keterangan lain. bagia bangkai
seperti daging, kulit, tulang, bulu dan lemaknya, semuanya itu najis menurut
madzhad Syafi’iy.
Sedangkan menurut madzhab
Hanafiy yang nasjis hanya bagian yang mengandung roh seperti daging dan
kulitnya. Bagian yang tidak bernyawa seperti kuku, kulit bulu dan tanduk tidak
termasmasuk najis. Bagian-bagian yang tidak bernyawa dari babi dan anjing tidak
termasuk najis.
Dalil keduanya tersebut
adalah sebagai berikut :
Menurut madzhab Syafi’iy, dengan mengambil dalil
keumumannya makna dari ayat tersbtu di atas.
Sedangkan menurut madzhab Hanafiy, berdasarkan
hadis,
اِنَّمَا
حَرُمَ اَكْلُهَا وَفِي رِوَايَةٍ لَحْمُهَا ( رَوَاهُ الْبَيْهَقِيُّ)
“sesunggunya
yang haram adalah memakannya.” Dan dalam satu riwayat, “Dagingnya.” (Riwayat
al-Jama’ah).
Berdasarkan hadis di atas
mereka berpendapat bahwa menurut pengertian hadis tersebut selain dari daging
tidaklah haram. lagi pula madzhab kedua berpendapat bahwa yang dinamakan dengan
bangkai itu adalah bagian-bagian yang tadinya mengandung roh; bagian-bagian
yang tadinya tidak bernyawa itu tidak dinamakan bangkai.
Adapun dalilnya bahwa mayat
manusia itu suci adalah firman Allah Swt.:
وَلَقَدْ كَرَّمْنَا بَنِيَ اَادَمَ (الاسراء : ۷۰)
“Dan sesungguhnya Kami telah memuliakan
anak-anak Adam.” (al-Isra:70).
Arti dimuliakan di sini adalah tidak
menganggap mayat manusia sebagai kotoran. (najis). Lagi pula seandainya mayat
manusia itu najis, tentunya kita tidak disuruh memandikannya. Suruhan untuk
memandikannya adalah suatu tanda bahwa mayat manusia itu bukan najis, hanya ada
kemungkinan terkena najis sehingga perlu dibersihkan.
- Darah.
Segala
macam darah itu najis, selain hati dan limpa.
Firman
Allah Swt.,
حرمت عليكم الميتة والدم ولحم الخنزير (المائدة : ۳)
“Diharamkan bagi kamu memakan bangkai,
darah dan daging babi.” (al-Maidah:3).
Sabda
Rasulullas Saw.,
اُحِلَّتْ لَنَا مَيِّتَتَانِ وَالدَّمَانِ:السَّمَكُ وَاْلَجرَادُ
وَاْلكَبِدُ وَالطِّحَالُ (رَوَاهُ ابْنُ مَاجِهٍ)
“Dihalalkan bagi kamu dua bangkai, ikan dan
belalang dan dua macam darah, hati dan limpa.” (Riawayat Ibnu Hiban).
Dikecualikan
juga darah yang tertinggal pada daging yang telah disembelih, darah ikan. Kedua
darah ini dimaafkan atau diperbolehkan.
- Nanah.
Segala
macam nanah, baik yang kental maupun yang encer adalah najis. Karena keduanya
merupakan daran yang membusuk.
- Segala benda cair yang keluar dari dua pintu.
Semua
itu najis, terkecuali mani, baik yang biasa – air kencing dan tinja –
maupun yang tidak biasa – air mazi
(cairan yang keluar dari kemaluan laki=laki ketika ada syahwat). Baik dari
hewan yang halal dimakan maupun yang haram.
Sabda
Rasulullah Saw.,
اِنَّهُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَمَّا جِيْءَ بِحَجَرَيْنِ
وَرَوْثَةٍ لِيَسْتَنْجِيَ بِهَا اَخَذَ الْحَجَرَيْنِ وَرَدَّ الرَّوْثَةَ
وَقَالَ هَذِهِ رِكْسٌ(رَوَاهُ البخاري)
“Sesungguhnya Rasul SAW, ketika diberi dua
buah batu dan sebuah tinja keras untuk dipakai instinja, beliau mengambil dua
batu saja. sedangkan tinja beliau kembalikan, dan berkata, “Tinja ini najis.”
(Riawayat al-Bukhariy).
قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حِيْنَ بَالَ
اْلاَعْرَابُ فِي الْمَسْجِدِ صَبُّوْا عَلَيْهِ ذُبُوْبًا مِنْ مَاءٍ (رَوَاهُ
الشَّيْخَانِ)
“Bersabda Nabi Saw., ketika orang Arab
Badui buang air kecil di masjid, beliau bersabda, “Tuangkanlah olehmu tempat
kencing itu setimba air.” (Riawayat Bukhari dan Muslim).
عَنْ عَلِيٍّ قَالَ كُنْتُ مَذَّاءً فَاَسْتَحْيَيْتُ اَنْ اَسْأَلَ
رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَاَمَرْتُ الْمِقْدَادَ
فَسَأَلَهُ فَقَالَ يَغْسِلُ ذَكَرَهَ وَيَتَوَضَّأُ (رَوَاهُ مسلم)
“Dari ‘Aliy, berkata, Aku keluar air mazi,
sedangkan aku malu menanyakannya kepada Rasulullah Saw. Maka aku suruh Miqdad
bertanya kepadanya. Jawab beliau, “Hendaklah ia basuh dzakarnya dan wudlu .”
(Riawayat Muslim).
- Arak , setiap minuman keras yang memabukan.
انما الخمر والميسر والانصاب والازلام رجس من عمل الشيطان (المائدة : ۹)
“Sesungguhnya khamar, berjudi, berhala dan
mengundi nasib dengan panah adalah najis (keji) adalah perbuatan setan.”
(Riawayat Ibnu Hiban).
- Anjing dan babi.
Semua
hewan suci kecuali anjing dan babi.
طَهُوْرُ اِنَاءِ اَحَدِكُمْ اِذَا وَلَغَ فِيْهِ الْكَلْبُ اَنْ يَغْسِلَهُ
سَبعَ مَرَّاتٍ اُوْلَاهُنَّ بِالتُّرَابِ (رَوَاهُ مُسْلِمٌ)
“Cara membersihkan bejana seseorang dri
kamu apabila dijilat anjing adalah hendaklah dibasuh dengan 7 kali salah
satunya hendaklah dicampur tanah.” (Riawayat Muslim).
Cara mengambil dalil dari
hadis di atas adalah behwa kita disuruh mencuci bejana yang dijilat anjing.
Mencuci sesuatu disebabkan oleh tiga perkara, yakni :
1. Karena
hadas.
2. Karena
najis.
3. Karena
kehormatan.
Di
mulut anjing sudah tentu tidak ada hadas dan tidak ada pula kehormatan.
Perintah mencuci hanya karena najis. Babi dikiaskan (disamakan) dengan anjing,
karena keadaannya lebih buruk daripada anjing.
Sebagian
ulama berpendapat bahwa anjing itu suci, mereka beralasan dengan hadis yang
diriwayatkan oleh Abu Dawud dari Ibnu Umar, bahwa zaman nrasul Saw.,
anjing-anjing banyak yang keluar masuk masjid dan tidak pernah dibasuh. Selain
itu beralasan dengan firman Allah Swt.,
فَكُلُوْا مِمَّا اَمْسَكْنَ عَلَيْكُمْ (المائدة :۴)
”Maka
makanlah dari apa yang ditangkap untukmu.” (al-Maidah :4).
Dalam
ayat ini kita diperbolehkan memakan binatang yang ditangkap oleh anjing dan
tidak disuruh mencucinya lebih dulu. Sedangkan binatang itu sudah tentu
bergelimang dengan air liur anjing yang mengkapnya.
Pendapat
pertama menjawab bahwa keluar masuknya anjing ke masjid bukan berarti
menunjukan sucinya anjing. Demikian pula dalil di atas tidak bisa dipakai dalil
atas sucinya. Sebab membolehkan memakan binatang anjing bukan berarti tidak
wajib mencucinya, hanya tidak diterangkan dalam ayat karena dalil mencuci najis
itu sudah cukup di terangkan pada tempat lain.
- Bagian dari binatang yang diambilnya dari tubuhnya selagi hidup.
Hukum
bagian-bagian binatang yang diambil selagi hidup ialah seperti bangkainya.
Maksudnya kalau bangkainya najis, maka yang dipotong itu pun najis. Seperti
babi dan kambing
Kalau
bangkainya suci, yang dipotongnya pun suci, seperti yang diambil dari ikan
mati.
f.
Cara
mensucikan benda yang terkena najis.
Najis
terbagi tiga jenis, yakni :
1.
Najis
mughallazah (berat).
Adalah
najis anjing. Benda yang terkena najis ini hendaklah dibasuh tujuh kali, salah
satunya dibasuh dengan campuran tanah.
طَهُوْرُ اِنَاءِ اَحَدِكُمْ اِذَا وَلَغَ فِيْهِ الْكَلْبُ اَنْ يَغْسِلَهُ
سَبعَ مَرَّاتٍ اُوْلَاهُنَّ بِالتُّرَابِ (رَوَاهُ مُسْلِمٌ)
“Cara membersihkan bejana seseorang dri
kamu apabila dijilat anjing adalah hendaklah dibasuh dengan 7 kali salah
satunya hendaklah dicampur tanah.” (Riawayat Muslim).
2.
Najis
mukhafafah (ringan).
Adalah
kencing anak kecil laki-laki yang belum memakan apapun selain ASI. Cara
mensucikan, cukup memercikan air pada tempat yang terkena najis ini, meskipun
tanpa mengalirkan. Sedangkan kencing anak kecil perempuan, cara mensucikannya
dengan membasuhnya sampai air mengalir padanya. Sebagaimana kencing orang
dewasa.
Sabda
Rasulullah Saw.,
اِنَّ اُمَّ قَيْسٍ جَاءَتْ بِابْنِ لَهَا صَغِيْرٌ لَمْ يَأكُلِ الطَّعَامَ
فَاَجْلَسَهُ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِيْ حِجْرِهِ
فَبَالَ عَلَيْهِ فَدَعَابِمَاءٍ فَنَضَحَهُ وَلَمْ يَغْسِلْهُ (رَوَاهُ الشيخان)
“Sesungguhnya Ummu Qais telah dating menghadap Rasulullah
Saw. membawa anaknya yang belum makan apapun selain ASI, sesampainya di depan
rasul beliau dudukan anaknya di pangkuan beliau, kemudian beliau dikencinginya,
lalu beliau meminta air, lantas beliau percikan air itu pada kencing
kanak-kanak tadi, tetapi beliau tidak membasuh kencing itu.” (Riwayat Bukhari -
Muslim).
يُغْسَلُ مِنْ بَوْلِ الْجَاِريَةِ وَيُرَشُّ مِنْ بَوْلِ الْغُلاَمِ
(رَوَاهُ التُّرْمِيْذِيْ)
“Kencing kanak-kanak perempuan dibasuh,
sedangkan kanak-kanak laki-laki diperciki.” (Riwayat Turmidzi).
3.
Najis
mutawasitah (sedang).
Adalah
najis selain kedua di atas. Najis pertengahan ini terbagi dua bagian, yakni :
a.
Najis
hukmiah. Adalahh najis yang nyata adanya, tetapi tidak nampak rasa, warna dan
baunya. Cara mensucikannya dengan mengalirkan air padanya.
b.
Najis
’ainiah. Adalah najis yang selain nampak, juga ada sifatnya, seperti rasa,
warna dan baunya. Cara menghilangkan najis ini, dengan menghilangkan ketiga
sifat tersebut dan mengalirkan air padanya.
g.
Adab-adab bersuci.
Adab buang air kecil atau
hajat besar.
1.
Sunat mendahulukan kaki kiri ketika hendak
masuk kakus. Dan mendahulukan kaki kanan ketika keluar.
2.
Jangan berkata-kata di dalam kakus, kecuali
doa ketiak masuk.
3.
Hendaklah memakai sepatu, sandal atau
terompah ketika di dalam kakus.
4.
Jangan berkata-kata ketika di dalam kakus,
kecuali ada keperluan.
5.
Hendaknya buang hajat jauh dari orang lain,
agar baunya tidak mengganggu.
6.
Jangan buang air kecil atau hajat besar pada
air yang menggenang.
7.
Jangan buang air kecil pada lubang-lubang,
mungkin di sana ada binatang lain.
8.
Jangan buang pada tempat pemberhentian atau
tempat berteduh.
h.
Tatacara bersuci.
Bersuci ada empat jenis,
yakni :
1.
Bersuci dari hadas kecil dengan wudlu.
Perintah wajib wudlu
bersamaan denga perintah wajib shalat
lima waktu, yaitu satu tahun setengah sebelum tahun hijriah.
يَا اَيُّهَا
الَّذِيْنَ اَامَنُوْا اِذَا قُمْتُمْ اِلَى الصَّلاَةِ فَاغْسِلُوْا وُجُوْهَكُمْ
وَاَيْدِيَكُمْ اِلَى الْمَرَافِقِ وَامْسَحُوْا بِرُؤُوْسِكُمْ وَاَرْجُلَكُمْ اِلَى
اْلكَعْبَيِنَ (المائدة : ۴)
“Wahai orang-orang yang beriman! Apabila
kamu hendak melaksanakan salat, maka basuhlah wajahmu dan ta-nganmu sampai ke
siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kedua
kakimu sampai ke kedua mata kaki.”(Al-Maidah:6).
Syarat-syarat wudlu
1.
Islam
2.
Mumayyiz.
3.
Tidak berhadas.
4.
Dengan iar suci.
5.
Tidak ada yang menghalangi datangnya air
terhadap kulit.
Fardlu
wudlu
1.
Niat.
2.
Membasuh muka.
3.
Membasuh kedua tangan sampai kedua sikutnya.
4.
Mengusap sesuatu di kepala.
5.
Membasuh kaki.
6.
Mentertibkan semua rukun-rukun di atas.
Sunat-sunat
wudlu
1.
Membaca ‘basmalah’ di permulaan wudlu.
2.
Membasuh kedua telapak tangan sampai pergelangannya.
3.
Berkumur-kumur.
4.
Menghirup dan menyemburkan air dari lubang
hidung.
5.
Menyapu seluruh kepala.
6.
Menyapu kedua belah telinga luar dalamnya.
7.
Menyilang-nyilangkan jari di antara jemari
kedua tangan dan kedua kaki.
8.
Mendahulukan anggota kanan dari yang kiri.
9.
Membasuh setiap anggota tiga kali.
10.
Berturut-turut antara anggota.
11.
Jangan meminta pertolongan kepada orang lain
kecuali diperlukan seperti sakit.
12.
Jangan diseka kecuali hajat.
13.
Menjaga jangan sampai percikan air, kembali
ke badan.
14.
Jangan bercakap-cakap sewaktu wudlu.
15.
Bersiwak.
16.
Membaca dua kalimat syahadat dan menghadap
kiblat ketika wudlu.
17.
Berdo’a sesudah wudlu.
18.
Membaca dua kalimat syahadat setelah selesai
wudlu.
Yang
membatalkan wudlu
1.
Keluar sesuatu dari dua pintu atau salah
satunya.
2.
Hilang akal.
3.
Bersentuhan kulit antara laki-laki baligh dan
perempuan baligh yang bukan muhrimnya dan tanpa penghalang.
4.
Menyentuh kemaluan atau dubur dengan telapak
tangan, atau telapak jari-jari.
2.
Bersuci dari hadas besar dengan mandi besar.
Yang dimaksud dengan mandi besar adalah meratakan
air ke seluruh anggota tubuh dengan niat.
Sebab-sebab mandi wajib
1.
Bersetubuh. Baik keluar mani maupun tidak.
2.
Keluar mani.
3.
Meninggal dunia.
4.
Haid.
5.
Nifas, dan
6.
Melahirkan.
Fardlu
mandi
1.
Niat.
2.
Meratakan air ke seluruh anggota tubuh.
Sunat-sunat mandi
1.
Membaca basmalah.
2.
Berwudlu sebelum mandi.
3.
Menggosok-gosok seluruh tubuh dengan tangan.
4.
Mendahulukna kaki karan, lalu kiri.
5.
Berturut-turut.
Mandi sunat.
1.
Mandi hari jum’at, mandi hari jum’at.
2.
Mandi hari raya idain.
3.
Mandinya orang gila
4.
Mandi tatkala hendak ihram dan haji,
5.
Mandi setelah mamandikan mayat.
3.
Bersuci dari keduanya, dalam keadaan tertentu
dengan tayamum.
Tayamum adalah mengusapkan
tanah ke muka dan kedua tangan sampai sikut dengan beberapa syarat tertentu.
Tayamum adalah pengganti wudlu atau mandi, sebagai rukhshah (keringanan) untuk
orang yang tidak dapat memakai air karena beberapa halangan (uzur), yaitu :
a.
Karena sakit.
Karena ia menggunakan air maka sakitnya akan
bertambah atau lambat sembuhnya. Menurut keterangan dokter atau dukun yang
telah berpengalaman tentang penyakit serupa itu.
b.
Karena dalam perjalanan.
c.
Karena tidak ada air.
وَاِنْ كُنْتُمْ مَرْضَى
اَوْ عَلَى سَفَرٍ اَوْجَاءَ اَحَدٌمِنْكُمْ مِنَ اْلغَائِطِ اَوْلَمَسْتُمُ النِّسَاءَ
فَلَمْ تَجِدُوْا مَاءً فَتَيَمَّمُوْا صَعِيْدًا طَيِّبًا فَامْسَحُوْا بِوُجُوْهِكُمْ
وَاَيْدِيْكُمْ مِنْهُ (المائدة:۴)
“Dan
apabila kamu sakit, atau dalam perjalanan, atau kembali dari tempat buang air (kakus), atau menyentuh perempuanm
lalu kamu tidak mendapat air, maka bertayamumlah dengan tanah yang baik
(bersih) sapulah mukamu dan kedua tanganmu dengan tanah itu.” (Al-Maidah:6)
Syarat-syarat
tayamum:
1.
Masuk waktu shalat.
2.
Sudah diusahakan mencari air, tapi tidak ada,
sedangkan waktu shalat sudah masuk.
3.
Dengan tanah yang suci dan berdebu.
4.
Menghilangkan najis.
Fardlu
tayamum:
1.
Niat.
2.
Mengusap muka dengan tanah.
3.
Menertibkan rukun-rukun.
Beberapa
masalah berkaitan dengan tayamum:
1.
Orang tayamum karena tidak ada air, maka
tidak wajib mengulangi tayamumnya jika mendapatkan air. Tapi, jika junub, maka
ia wajib mengulanginya jika mendapatkan air, karena tayamum bukan untuk
menghilangkan hadas. Hanya boleh dilakukan ketika akan mengerjakan shalat.
2.
Satu kali tayamum boleh dipergunakan untuk
beberapa kali shalat.
3.
Boleh tayamum karena ada luka yang sukar
sembuh jika kena air dank arena sangat dingin.
Sunat-sunat
tayamum.
1.
Membaca basmalah.
2.
Mengembus tanah dari telapak tangan agar
tanah yang di atas tangan menjadi tipis.
Rasulullah
SAW bersabda,
اِنَّمَا كَانَ يَكْفِيْكَ
اَنْ تَضْرِبَ بِكَفَّيْكَ فِى التُّرَابِ ثُمَّ تَنْفَخَ فِيْهِمَا ثُمَّ تَمْسَحَ
بِهِمَا وَجْهَكَ وَكَفَّيْكَ (رَوَاهُ الدَّارُقُطْنِيْ)
“Sesungguhnya
cukuplah bagimu apabila kau pukulkan kedua telapak tanganmu ke tanah, kemudian engkau
hembus kedua tanganmu itu lalu engkau usapkan kedua tanganmu itu ke muka dan
telapak tanganmu.” (Riwayat Daruqutni).
3.
Membaca dua kalimah syahadat selesai tayamum.
Hal-hal
yang membatalkan tayamum.
1.
Setiap yang membatalkan wudlu.
2.
Ada air. Jika sebab tayamumnya karena tidak
ada air.
عَنْ اَبِىْ ذَرٍّ قَالَ
رَسُوْلُ اللهُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ التُّرَابُ كَافِيْكَ وَلَوْ لَمْ
تَجِدِ الْمَاءَ عَشَرَ سِنِيْنَ فَاِذَا وَجَدْتَ الْمَاءَ فَاَمْسِهِ جَلْدَكَ
(رَوَاهُ التُّرْمِيْذِيْ
)
“Dari Abu
Dzar, Rasulullah Saw bersabda, “Tanah itu cukup bagimu untuk bersuci walau
engkau tidak mendapatkannya seampai sepulu thaun. Tetapi engkau apabila
memperoleh air, hendaklah engkau sentuhkan air itu ke kulitmu.” (Riawayat
Turmidzi)
Bersabda
Rasulullah Saw,
عَنْ اَبِىْ ذَرٍّ قَالَ
رَسُوْلُ اللهُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ التُّرَابُ كَافِيْكَ وَلَوْ لَمْ
تَجِدِ الْمَاءَ عَشَرَ سِنِيْنَ فَاِذَا وَجَدْتَ الْمَاءَ فَاَمْسِهِ جَلْدَكَ
(رَوَاهُ التُّرْمِيْذِيْ
)
“Dari Abu
Dzar, Rasulullah Saw bersabda, “Tanah itu cukup bagimu untuk bersuci walau
engkau tidak mendapatkannya seampai sepulu thaun. Tetapi engkau apabila
memperoleh air, hendaklah engkau sentuhkan air itu ke kulitmu.” (Riawayat
Turmidzi)
Bersabda
Rasulullah Saw,
عَنْ عَطَاءِ بْنِ
يَسَارٍ عَنْ اَبِيْ سَعِيْدٍ اْلخُدْرِيِّ قَالَ خَرَجَ رَجُلاَنِ فِيْ سَفَرٍ
فَحَضَرَتِ الصَّلَاةُ وَلَيْسَ مَعَهُمَا مَاءٌ فَتَيَمَّمَا صَعِيْدًا طَيِّبًا
فَصَلَّيَا ثُمَّ وَجَدَ الْمَاءَ فِي اْلوَقْتِ فَاَعَادَاَحَدُهُمَا الصَّلاَةَ
وَلَمْ يُعِدِ اْلاَخَرُ ثُمَّ اَاتَيَا رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
فَذَكَرَ ذَالِكَ لَهُ فَقَالَ لِلَّذِيْ لَمْ يُعِدْ اَصَبْتَ السُّنَّةَ
وَاَجْزَاَتْكَ صَلاَتُكَ وَ قَالَ
لِلَّذِيْ تَوَضَّأَ وَاَعَادَلَكَ اْلاَجْرُ مَرَّتَيْنِ (رَوَاهُ النَّسَائِيْ
وَاَبُوْ دَاوُدَ)
“Dari Atha
Bin Yasar dari Abi Daud al-Khudri, berkatalah ia, “ Ada dua orang laki-laki
dalam perjalanan, lalu datanglah waktu shalat, sedangkan air tidak ada, lantas
keduanya bertayamum d dengan debu yang suci lalu shalat. Kemudian keduanya
memperoleh air dan waktu shalat masih ada, salah seorang di antara keduanya
lalu berwudlu dan shalat kembali, sedangkan yang lainnya tidak. Kemudian
keduanya mendatangi rasulullah Saw, dan diterangkannya kejadian tersebut kepada
rasulullah Saw. Beliau lalu bersabda, kepada orang yang tidak mengulangi
shalatnya, ‘Engkau telah mengerjakan sunnah dan shalatmu sah’. Sedangkan kepada
yang mengulangi shalatnya, dengan wudlu beliau bersabda,Bagimu ganjaran dua
kali lipat’.”(Riawayat Al-Nasaiy dan Abu Daud).
4.
Menghilangkan najis
a.
Najis
mughallazah (berat).
Adalah
najis anjing. Benda yang terkena najis ini hendaklah dibasuh tujuh kali, salah
satunya dibasuh dengan campuran tanah.
طَهُوْرُ اِنَاءِ اَحَدِكُمْ اِذَا وَلَغَ فِيْهِ الْكَلْبُ اَنْ يَغْسِلَهُ
سَبعَ مَرَّاتٍ اُوْلَاهُنَّ بِالتُّرَابِ (رَوَاهُ مُسْلِمٌ)
“Cara membersihkan bejana seseorang dri
kamu apabila dijilat anjing adalah hendaklah dibasuh dengan 7 kali salah
satunya hendaklah dicampur tanah.” (Riawayat Muslim).
b.
Najis
mukhafafah (ringan).
Adalah
kencing anak kecil laki-laki yang belum memakan apapun selain ASI. Cara
mensucikan, cukup memercikan air pada tempat yang terkena najis ini, meskipun
tanpa mengalirkan. Sedangkan kencing anak kecil perempuan, cara mensucikannya
dengan membasuhnya sampai air mengalir padanya. Sebagaimana kencing orang
dewasa.
Sabda
Rasulullah Saw.,
اِنَّ اُمَّ قَيْسٍ جَاءَتْ بِابْنِ لَهَا صَغِيْرٌ لَمْ يَأكُلِ الطَّعَامَ
فَاَجْلَسَهُ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِيْ حِجْرِهِ
فَبَالَ عَلَيْهِ فَدَعَابِمَاءٍ فَنَضَحَهُ وَلَمْ يَغْسِلْهُ (رَوَاهُ الشيخان)
“Sesungguhnya Ummu Qais telah dating menghadap Rasulullah
Saw. membawa anaknya yang belum makan apapun selain ASI, sesampainya di depan
rasul beliau dudukan anaknya di pangkuan beliau, kemudian beliau dikencinginya,
lalu beliau meminta air, lantas beliau percikan air itu pada kencing
kanak-kanak tadi, tetapi beliau tidak membasuh kencing itu.” (Riwayat Bukhari -
Muslim).
يُغْسَلُ مِنْ بَوْلِ الْجَاِريَةِ وَيُرَشُّ مِنْ بَوْلِ الْغُلاَمِ
(رَوَاهُ التُّرْمِيْذِيْ)
“Kencing kanak-kanak perempuan dibasuh,
sedangkan kanak-kanak laki-laki diperciki.” (Riwayat Turmidzi).
c.
Najis
mutawasitah (sedang).
Adalah
najis selain kedua di atas. Najis pertengahan ini terbagi dua bagian, yakni :
a.
Najis
hukmiah. Adalahh najis yang nyata adanya, tetapi tidak nampak rasa, warna dan
baunya. Cara mensucikannya dengan mengalirkan air padanya.
b.
Najis
’ainiah. Adalah najis yang selain nampak, juga ada sifatnya, seperti rasa,
warna dan baunya. Cara menghilangkan najis ini, dengan menghilangkan ketiga
sifat tersebut dan mengalirkan air padanya.