KETENTUAN HUKUM HUDUD BAGI PELAKU ZINA , PEMINUM KHAMR DAN QADZAF
Hudud (حُدُوْدٌ) bentuk jamak dari had ( حَدٌّ ( . Menurut bahasa artinya
menghalangi (اْلَمَنْعُ ).
Sedangkan menurut ulama fiqih artinya adalah larangan untuk berbuat dosa yang mengakibatkan rusaknya hak-hak Allah Ta’ala. Yang dimaksud
dengan hak-hak-Nya adalah perintah dan larangan-Nya.
Karena seseorang dilarang mengurangi atau menambah syariat yang telah
ditetapkan-Nya. Yang termasuk dosa-dosa yang menyebabkan uqubah hudud
di antaranya adalah:
a.
Perbuatan
Zina .
b.
Minum
khamar atau minuman yang memabukan.
c.
Menfitnah
berlaku zina (qadzaf).
d.
Mencuri
atau merampok.
e.
Berontak
terhadap system Islam (bughat).
A. ZINA DAN KETENTUAN HUKUMNYA
1.
Pengertian dan Hukum Zina
Kata
zina mengandung arti tanah larangan, sedangkan menurut istilah bahwa zina
adalah perbuatan bersenggama antara laki-laki dan perempuan yang tidak terikat
oleh hubungan pernikahan. Sedangkan ulama fiqih memberi batasan,
اِيْلاَجُ
الذَّكَرِ بِفَرْجٍ مُحَرَّمٍ بِعَيْنِهِ خَالٍ عَنِ الشُّبُهَةِ مُشْتَهِيٍّ
“Memasukan alat
kelamin laki-laki ke dalam alat kelamin perempuan (dalam persetubuhan) yang
haram menurut perbuatannya bukan karena subhat dan perempuan itu mendatangkan
syahwat.”
Adapula yang
mengartikan zina dengan bercampurnya antara laki-laki dengan wanita tanpa melalui akad yang sesuai dengan
syar’iy. Dari berbagai pengertian tersebut yang jelas zina adalah suatu
perbuatan yang sangat tercela dan pelakunya pantas mendapatkan hukuman yang
sangat berat.
Sebagaimana
yang diketahui bahwa perbuatan zina dalam bentuk apapun hukumnya haram. Masyarakat
berpandangan bahwa perbuatan zina mengarah pada hubungan di luar nikah saja.
Namun sesungguhnya makna zina itu hakikatnya luas, sebagaimana hadits yang
diriwayatkan oleh Abi Hurairah r.a. Rasul SAW perna bersabda,
“Sesungguhnya
Allah telah menetapkan nasib anak Adam mengenai zina. Tidak mustahil pernah
melakukannya. Zina mata ialah melihat,
zina lidah ialah berkata, zina hati ialah keinginan dan syahwat,
sedangkan faraj (kemaluan) adalah hanya
menuruti atau tidak menuruti.
Zina faraj
(kemaluan) merupakan puncak dari perbuatan keji bagi mereka yang tidak bias
menjaga diri dari perbuatan, ucapan, pikiran dan penglihatan yang dilarang
agama. Karena itulah penting bagi seorang mukmin menjaga diri dan anggota
tubuhnya terperangkap dengan perbuatan yang mengarah pada zina. Untuk itulah
Allah SWt berfirman,
وَلاَ
تَقْرَبُوْا الزِّنَا اِنَّهُ كَانَ فَاخِشَةً وَسَاءَ سَبِيْلاً
“Dan
janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan
yang keji dan suatu jalan yang buruk.” (QS.
Al-Isra, 17;32)
Suatu hari
Rasul ditanya oleh Abdullah Bin Mas’ud r.a.
يَا
رَسُوْلَ اللهِ اَيُّ الذَّنْبِ اْلاَعْظَمِ ؟ قَالَ اَنْ تَجْعَلَ للهُ نِدًّا
وَهُوَ خَلَقَكَ قُلْتُ ثُمَّ اَيُّ؟ قَالَ اَنْ تَقْتُلَ وَلَدَكَ خَشْيَةً اَنْ
يَأكُلَ مَعَكَ قُلْتُ ثُمَّ اَيُّ؟ قَالَ اَنْ تُزَاتِيَ خَلِيْلَةَ جَارِكَ
“Ya
Rasulallah dosa apa yang paling besar dalam pandangan Allah? Jabaw beliau,
Engkau menjadikan tandingan Allah, padahal dia yang menciptakanmu. Terus
apalagi? tanyaku.. Jawabnya, Engkau memmbunuh anakmu, Karena takut miskin. Lalu
siapa lagi? Tanyaku Beliau menjawab lagi,Enkauberzina dengan isteri
tetanggamu.” (HR. Bukhari
dan Muslim)
2.
Dasar Hudud bagi pelaku zina (fakhisyah)
Syari’at
menjamin kehormatan seseorang, sekalipun ia adalah pesakitan pidana semisal
prostitusi (zina). Jaminan tersebut berupa ihtiyath (validasi) dalam
menetapkan si tersangka. Karen terkait kehormatan diri, keluarga dan nyawa.
Untuk itu ada beberapa ketentuan yang harus diperhatikan :
a.
Ada
4 orang saksi laki-laki. Yang syarat-syaratnya adalah laki-laki, baligh,
berakal sehat, adil dan memberikan keterangan kesaksian yang sama tentang
tempat, waktu, pelaku dan cara melakukannya. Jadi jika tidak lengkap salah satu
syarat-syarat di atas, maka belum bias ditetapkan zina, sampai adanya bukti
yang akurat.
وَالَّتِيْ
يَأتِيْنَ اْلفَاحِشَةَ مِنْ نِسَاءِكُمْ فَاسْتَشْهِدُوْا عَلَيْهِنَّ اَرْبَعَةً
مِنْكُمْ فَاِنْ شَهِدُوْا فَاَمْسِكُوْهُنَّ فِى اْلبُيُوْتِ حَتَّى
يَتَوَفَّىهُنَّ الْمَوْتُ اَوْيَجْعَلَ اللهُ لَهُنَّ سَبِيْلاً
”Dan (terhadap)
para wanita yang mengerjakan perbuatan keji, hendaklah ada empat saksi di
antara kamu (yang menyaksikan). Kemudian jika mereka memberi persaksian, maka
kurunglah mereka (wanita0wanita itu)
dalam rumah sampai mereka menui ajalnya atau sampai Allah memberi jalan
kepadanya.” (QS.
Al-Nisa,4;15).
b.
Pengakuan
pelaku yang sudah baligh dan berakal.
Tujuan
pengakuan ini, disamping untuk mencocokan, juga sebagai bukti kuat (otentik)
ditetapkannya hokum hudud, baik lisan maupun tulisan pelaku.
عَنْ
اَبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ اَتَى رَجُلٌ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَفِي الْمَسْجِدِ فَقَالَ يَا رَسُوْلَ اللهِ اِنِّي
زَنَيْتُ فَاَعْرَضَ عَنْهُ حَتَّى رَدَّدَ عَلَيْهِ اَرْبَعَ مَرَّاتٍ فَلَمَّا شَهِدَ
عَلَى نَفْسِهِ اَرْبَعَ شَهَادَاتٍ دَعَاهُ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
فَقَالَ اَبِكَ جُنُوْنٌ قَالَ لاَ قَالَ فَهَلْ اَحْصَنْتَ قَالَ نَعَمْ فَقَالَ
النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اِذْهَبُوْا بِهِ فَارْجَمُوْهَ (رَوَاهُ
الْبُخَارِيُّ)
”Dari Abi
Hurairah r.a. berkata, “Ada seorang laki-laki mendatangi Rasulullah SAW, lalu
berkata, ‘Ya Rasulallah, Saya telah berzinah.’ Namun, beliau berpaling, sampai
ia mengulanginya empat kali. Stelah itu ia bersaksi atas dirinya sebanyak empat
kali, maka Nabi SAW memanggilnya dan bertana’ “Apakah kamu gila? Jawab
laki-laki itu, ‘Tidak.’ Apakah kamu sudah menikah? Jawabnya lagi, ‘Ya’ kalu
begitu pergilha kamu dengannya, lalu ranjamlah ia!”.” (HR. Al-Bukhariy).
c.
Qarinah
(indikasi).
Bukti pelaku,
baik dari laki-laki maupun perempuan. Yang paling meyakinkan adalah adanya
kehamilan, meskipun masih dalam kandungannya. Hal ini pernah dikatakan oleh
UmarBin Khaththab r.a., “Bahwa saksi zina wajib dikenakan atas setiap pelaku
zina, jika ada pembuktian atau hamil atau pengakuan.”
Qarinah ini
khusus untuk wanita yang belum menikah (bukan subhat akibat perkosaan). Di
zaman sekarang di mana tes DNA atau sejenisnya bias dijadikansalah satu
alternatip dalam mendukung indikasi perzinahan.
3.
Macam-macam zina dan hukumannya.
Perzinahan
terbagi ke dalam 2 golongan, yakni:
a.
Zina
orang yang sudah menikah (زِنَا مُحْصَنٌ)
Maksudnya adalah zinah yang dilakukan oleh orang yang masih atau
pernah ada tali ikatan perkawinan. Dengan kata lain, masih punya suami atau
isteri atau sudah janda atau duda.
Pelakunya baik laki-laki maupun wanita yang melakukan zina muhshan
maka diranjam atau dilempari batu tanpa belas aksihan sampai meninggal dunia.
Dalam sebuah hadits diceritakan,
اَنَّ
رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَجَمَ مَا عِزًّا وَرَجَمَ
امْرَاَةً مِنْ جُهَيْنَةَ وَرَجَمَ يَهُوْدِيَيْنِ وَامْرَاَةً مِنْ عَامِرٍ مِنَ
اْلاَزْدَ (رَوَاهُ مسلم والترميذي)
”Sesungguhnya
Rasulullah mernajam seorangg yang bernama Maiz danmeranjam seseorang perempuan
yang berasal dari bani Juhanainah, dan
dua orang yahudi dan seorang perempuan dari kabilah Amir dari suku Azd. ” (HR. Muslim dan Al-Turmidzi).
b.
Zina
orang yang belum menikah (زِنَا غَيْرُمُحْصَنٍ)
Maksudnya adalah pelaku yang belum pernah menikah. Hadnya adalah
100 kali dicambuk dan diasingkang selama satu tahun. Hal ini sesuai dengan
firma Allah SWT,
الزَّانِيَةُ
وَالزَّانِي فَاجْلِدُوْا كُلَّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا مِائَةَ جَلْدَةٍ وَلاَ
تَأخُذُكُمْ بِهِمَا رَأفَةٌ فِي دِيْنِ اللهِ اِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُوْنَ بِاللهِ
وَاْليَوْمِ اْلاَخِرِ وَلْيَشْهَدْ عَذَابَهُمَا طَائِفَةٌ مِنَ الْمُؤْمِنِيْنَ
”Perempuan dan
laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap seorang dari mereka 100kali
deraan, danjanganlah kalian belas kasihan kepada keduanya mencegah kau
menjalankan agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah dan hari kiamat,
danhendaklah (pelaksanaan0 hukuman mereka disaksiakn oelh sekumpulan
orang-orang yangberiman. ” QS. Al-Nur,24;2).
Sabda Nabi Muhammad SAW,
. عَنْ زَيْدِ بْنِ خَالِدٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ سَمِعْتُ
النَّبِيَّ صَلَى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَأمُرُ فِيْمَنْ زَنَى وَلَمْ
يُحْصَنْ جَلْدَماِئَةٍ وَتَعْرِيْبَ عَامٍ (رواه البخاري)
”Dari Zaid Bin
Khalid r.a., berkata, “Aku pernah mendengar Nabi SAW memerintahkan mencambuk
pezina yang belum menikah dengan 100 kali deraan dan dibuang satu tahun.
Had bagi hamba sahaya atau budak.
Had hamba sahaya adalah setengah dari yang merdeka. Jika 100
berarti 50 kali dan jika diasingkan setahun jadi setengah tahun.
Hal in sesuai dengan sabda Nabi Muhammad SAW,
. فَاِذَا اُحْصِنَ فَاِنْ اَتَيْنَ بِفَاحِشَةٍ
فَعَلَيْهِنَّ نِصْفُ مَا عَلَى الْمُحْصَنَاتِ مِنَ اْلعَذَابِ ذَالِكَ لِمَنْ
خَشِيَ اْلعَنَتَ مِنْكُمْ وَاَنْ تَصْبِرُوْا خَيْرٌ لَكُمْ وَاللهُ غَفُوْرٌ
رَحِيْمٌ
”Dan apabila mereka (budak) telah menjaga diri dengan kawin
kemudian mereka melakukan perbuatan keji (zina), maka atas mereka separo
hukuman dari hukuman wanita-wanita merdeka yang bersuami. (kebolehan mengawini
budak) itu adlah bagi orang-orang yang takut kepada kesulitan menjaga diri
(dari perbuatan zina) di antara kamu, dan kesabaran itu lebih baik bagimu. Dan
Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS.
Al-Nisa4;25)
4.
Hikmah Larangan Zina.
a.
Menjaga
martabat dan harga diri manusia.
b.
Menjag
keturunanatau nasab.
c.
Terpelihara
dari kebinasaan.
d.
Terpelihara
dari penyakit kotor dan menjijikan.
e.
Menanamka
rasa takut melakukan zina jika dipertontonkan.
f.
Memelihara
keharmonisan rumah tangga dan masyarakat.
Pre test
Zina dan Hikmah Hukuman Bagi Pelakunya.
1. Jelaskan pengertian hudud secara harfiah dan istilah ulama
fiqih!
2. Jelaskanlah pengertian zina menurut bahasa dan istilah fiqih!
3. Menyebutkan dalil syariat hudud bagi pelaku zina
4. Jelaskanlah
syarat-syarat (dasar-dasar) hudud bagi pelaku zina!
5. Jelaskanlah jenis-jenis
zina beserta hukumannya!
B. PEMINUM KHAMR DAN KETENTUAN HUKUMNYA
1.
Pengertian dan Dasar Hukum Dilarangnya Minuman Keras
Khamr dari segi bahasa
artinya penutup akal. Sedangkan menurut istilah, khamr adalah segala jenis
minuman atau lainnya sehingga menjadi mabuk dan hilang kesadarannya. Adapun
sesuatu yang bisa memabukkan dapat berbentuk minuman, serbuk yang dihisap,
cairan yang disuntikkan, dapat juga makanan serta tablet, termasuk juga ganja,
morfin, nipan, magadon dan sebagainya kesemuanya itu dinamakan
khamr atau minuman keras.
Hukum minum-minuman keras atau khamr adalah haram, dan termasuk perbuatan
yang tergolong dosa besar. Firman Allah swt. :
يَااَيُّهَا
الَّذِيْنَ ءَامَنُوْا اِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَاْلاَنْصَابُ
وَاْلاَزْلاَمُ رِجْسٌ مِنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ فَاجْتَنِبُوْهُ لَعَلَّكُمْ
تُفْلِحُوْنَ (رَوَاهُ مُسْلِمٌ)
“Hai orang-orang yang
beriman, sesungguhnya (minuman) arak, berjudi berkorban untuk berhala, mengadu
nasib dengan anak panah adalah pebuatan keji termasuk perbuatan syaitan. Maka
jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan” (QS. Al
Maidah : 90)
Rasulullah SAW bersabda :
كُلُّ مُسْكِرٍ
حَرَامٌ (رواه مسلم)
“Semua yang memabukkan itu (hukumnya) haram”. (HR. Muslim)
Dalam hadits lain Rasulullah saw. bersabda :
ماَ اَسْكَرَ كَثِيْرُهُ فَقَلِيْلُهُ حَرَمٌ (
رواه النسائ وابو داود )
“ Apapun yang
banyak memabukkan, maka sedikitnya pun haram” ( H.R.
An-Nasa’i dan Abu Dawud )
Orang yang
meminum minuman keras akan mendapat dosa besar dan dilaknat oleh Allah swt. :
عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنُ عُمَرَ اَنَّ رَسُوْلَ
اللهِ صَلَّى اللهِ عَلَيْهِ وَسَلَّمِ قاَلَ مَنْ شَرِبَ الْخَمْرَ فِى الدُّ
نْيَا ثُمَّ لَمْ يَتُبْ مِنْهاَ حُرِمَهَا فِى الأَ خِرَةِ ( رواه
البخارى )
“Dari Abdullah
bin Umar, Rasulullah saw. bersabda: “Barang siapa minum khomer dan ia tidak
bertaubat, maka ia tidak akan memperolehnya di akhirat”
( H.R. Bukhari )
2.
Had Minuman Keras
Orang yang meminum minuman keras hukumannya
adalah hadd, dan dianggap sebagai orang fasik, kecuali ia bertaubat.
kefasikan orang yang minum minuman keras telah disepakati oleh para ulama, baik
yang meminum sampai mabuk maupun yang tidak sampai mabuk.
Dasar penetapan
hukuman bagi peminum minuman keras adalah:
a. Pengakuan
pelaku bahwa dia benar meminun minuman keras.
b. Kesaksian dua orang
laki-laki yang adil
c. Ada tanda
(aroma minuman keras)
Syarat-syarat peminum yang
dapat dijatuhi had minuman keras adalah :
a. Baligh;
b. berakal;
c. minum dengan sengaja dan
kehendaknya sendiri;
d. peminum tahu bahwa yang
diminum adalah sesuatu yang memabukkan.
Adapun jumlah pukulan dalam hukuman minuman keras adalah 40 (empat puluh)
kali. Sabda
Rasulullah saw :
عَنْ اَنَسٍ
بْنِ مَالِكٍ رضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّ النَّبِيَّ ص.م أُتِيَ بِرَجُلٍ شَرِبَ
الْخَمْرَ فَجَلَدَهُ بِجَرِيْدَتَيْنِ نَحْوَ اَرْبَعِيْنَ ( متفق عليه )
”Dari Anas bin Malik ra.
Dihadapkan kepada Nabi SAW seseorang yang telah meminum khamr, kemudian beliau
menjilidnya dengan dua tangkai pelapah korma kira-kira 40 kali”. (Mutafaq alaih)
Pada riwayat lain
Rasulullah saw. Pernah memukul peminum minuman keras yaitu:
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ضَرَبَ فِي الْخَمْرِ
بِالْجَرِيدِ وَالنِّعَالِ وَجَلَدَ أَبُو بَكْرٍ أَرْبَعِينَ ( رواه البخارى )
dari Anas bin Malik
radliallahu 'anhu bahwasanya Nabi shallallahu 'alaihi wasallam pernah memukul
peminum khamar dengan pelepah kurma dan sandal, dan Abu Bakar pernah
mencambuknya sebanyak empat puluh kali. (HR. Bukhari)
Menurut Imam Syafi'i, Abu
Daud dan ulama-ulama Zhahiriyah berpendapat bahwa had bagi peminum minuman
keras adalah 40 kali pukulan. Akan tetapi hakim dapat menambah 40 kali lagi
sehingga jumlahnya 80 kali pukulan. Tambahan pukulan 40 kali tesebut adalah hak
hakim sebagai hukuman ta'zir.
Sedangkan menurut Imam Abu
Hanifah, Imam Malik dan Imam Ahmad bin Hambal berpendapat bahwa pukulan dalam
had minum-minuman keras adalah 80 (delapan puluh) kali.
3.
Hikmah Dilarangnya Minuman Keras
Hikmah dilarangnya meminum minuman keras antara
lain :
a. Menjaga
kesehatan jasmani khususnya terhindar dari sakit paru-paru, liver, gangguan
syaraf.
b. Terhindar dari
perilaku jahat sebagai dampak meminum minuman keras.
c. Mempersiapkan
generasi penerus yang sehat jasmani dan rohani.
d. Dapat berpikir
secara jernih dan logis.
e. Mewujudkan
ketentraman, kedamaian dan keamanan bagi masyarakat.
f. Terhindar dari
berbagai tindak kekerasan dan kejahatan.
C. QADZAF DAN KETENTUAN HUKUMNYA
اِنَّ الَّذِيْنَ يَرْمُوْنَ الْمُحْصَنَاتِ
اْلغَافِلاَتِ الْمُؤْمِنَاتِ لُعِنُوْا فِي الدُّنْيَا وَاْلاَخِرَةِ وَلَهُمْ
عَذَابٌ عَظِيْمٌ
“Sesungguhnya
orang-orang yang menuduh wanita yang baik-baik, yang lengah lagi beriman
(berbuat zina), mereka kena la'nat di dunia dan akhirat, dan bagi mereka azab
yang besar.” (QS An-Nuur: 23)
1.
Pengertian dan
Hukum Qadzaf
Qadzaf (قذف)
secara bahasa artinya melempar/melontar. Sedangkan menurut istilah qadzaf
adalah menuduh orang baik-baik berbuat zina dengan tuduhan secara
terang-terangan. Menuduh dalam arti melemparkan sangkaan kepada seseorang tanpa
dikuatkan bukti-bukti yang nyata. Misalnya seseorang
mengatakan, “Wahai orang yang berzina,” atau lain sebagainya yang dari
pernyataan tersebut difaham bahwa seseorang telah menuduh orang lain berzina.
Menuduh orang lain berbuat zina tanpa dasar yang kuat termasuk sebuah
kejahatan dan termasuk perbuatan dalam kategori tindak pidana hudud yang diancam
dengan hukuman yang berat dan hukumnya haram.
2.
Had Qadzaf
Hukuman bagi orang yang menuduh orang lain
berbuat zina adalah didera sebanyak 80 kali, Jika yang menuduh
orang merdeka. Sebagaimana firman Allah :
“Dan orang-orang yang menuduh wanita-wanita
yang baik-baik (berbuat zina) dan mereka tidak mendatangkan empat orang saksi,
maka deralah mereka (yang menuduh) 80 kali dera, dan janganlah kamu terima
kesaksian mereka selama-lamanya. Dan mereka itulah orang-orang fasiq”.(QS.
An-Nur : 4)
Sedangkan jika yang menuduh hamba sahaya
(budak) maka hukumannyua didera atau dijilid empat puluh kali. Firman Allah
swt.
فإذا أحصن فإن
أتين بفاحشة فعليهن نصف ما على المحصنات من العذاب ذلك لمن خشي العنت منكم وأن
تصبروا خير لكم والله غفور رحيم ( النّساء:
2٥)
Dan apabila mereka telah menjaga diri dengan
kawin, kemudian mereka mengerjakan perbuatan yang keji (zina), maka atas mereka
separo hukuman dari hukuman wanita-wanita merdeka yang bersuami. (Kebolehan
mengawini budak) itu, adalah bagi orang-orang yang takut kepada kesulitan
menjaga diri (dari perbuatan zina) di antaramu, dan kesabaran itu lebih baik
bagimu. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. An Nisa' :
25)
Orang yang menuduh seseorang berbuat zina dapat
dikenakan hukuman dera/jilid seperti di atas, bila memenuhi syarat-syarat
sebagai berikut :
1) Qadzif (yang
menuduh zina) dengan syarat baligh, berakal dan tidak dipaksa.
2) Maqdzuf (yang
dituduh zina) dengan syarat : baligh, berakal, islam, merdeka dan kehormatannya
terpelihara.
3) Maqdzuf bih
(sesuatu yang digunakan menuduh zina) dengan syarat pernyataan tuduhan zina
baik lisan maupun tulisan.
3.
Gugurnya Had
Qadzaf
Orang yang menuduh berbuat zina dapat bebas
dari had (hukuman) qadzaf apabila terjadi salah satu dari keadaan di bawah ini
:
a.
Penuduh dapat mengemukakan empat orang saksi,
bahwa tertuduh benar-benar berbuat zina. Syarat saksinya adalah laki-laki,
adil, memberikan kesaksian yang sama tentang tempat berzina, waktu dan cara
melakukannya. Dasar hukumnya adalah Qur’an Surat An Nur : 4).
b.
Dengan Li’an ( لعان
) jika suami menuduh isteri berzina tanpa mengemukakan empat orang saksi. Li’an
adalah sumpah suami yang menuduh isterinya berzina. Sumpah tersebut diucapkan
empat kali diantara lain ucapannya ”Demi Allah istri saya telah berzina dengan
si Fulan lalu pada ucapan sumpah yang kelima ditambah dengan kalimat ; “Saya
bersedia dikutuk Allah bila saya berdusta”. Firman Allah swt.
“Dan orang-orang yang menuduh isterinya
(berzina), padahal mereka tidak ada mempunyai saksi-saksi selain diri mereka
sendiri, Maka persaksian orang itu ialah empat kali bersumpah dengan nama
Allah, Sesungguhnya dia adalah termasuk orang-orang yang benar.Dan (sumpah)
yang kelima: bahwa la'nat Allah atasnya, jika dia termasuk orang-orang yang
berdusta
(Q.S. an-Nur: 6-7)
c.
Orang yang dituduh memaafkan orang yang
menuduh.
d.
Bila yang dituduh membenarkan tuduhan penuduh (pengakuan si pelaku).
4.
Hikmah Qadzaf
Hikmah diterapkannya hukuman qadzaf adalah :
a. Orang lebih
berhati-hati dan sembarangan berbicara apalagi melemparkan tuduhan berzina
sebelum ada bukti tertentu.
b. Terjaga keharmonisan dalam
pergaulan diantara sesama manusia, karena tidak ada permusuhan
diantaranya.
c. Pembohong merasa jera dan
menyadari perbuatan yang tidak terpuji
d. Akan terjaga dari tudahan
yang tidak benar.
D.
PERAMPOK DAN KETENTUAN HUKUMNYA
Perampokan merupakan salah satu bentuk
kejahatan. Perampokan dapat dikatakan pencurian besar karena hampir sama dengan
mencuri, hanya saja jika dalam pencurian seseorang mengambil harta secara
diam diam dan dalam perampokan mengambil harta secara terang terangan dan
disertai ancaman bahkan kekerasan. Kejahatan inilah yang dilakukan oleh
kelompok-kelompok bersenjata yang suka menyergap.
Ini pula yang dalam Islam di sebut kejahatan perampokan atau “pencurian
besar” untuk membedakannya dari “pencurian kecil” yakni pencurian biasa.
Merampok artinya menggedor rumah orang untuk
berbuat jahat terhadap jiwanya atau hartanya atau kehormatannya. Umumnya “merampok” ini dilakukan oleh lebih dari satu orang, sedangkan merampok
dijalanan sering disebut dengan “membegal”
dan jika hal itu terjadi dilaut disebut “merompak”.
Sedangkan penodong adalah merampas atau
mengambil harta milik harta orang lain dengan cara memaksa korbannya. Pada
umumnya kata penodong lebih lazim dipakai terhadap tindak pidana yang dilakukan
diluar rumah. Jika perbuatan yang sama dilakukan oleh pelaku didalam rumah atau
didalam gedung disebut dengan merampok. Dalam hukum islam perilaku demikian
(penodong atau perampokan) diistilahkan sebagai muharib.
Seorang dapat disebut muharib apabila
(kriteria):
1.
Apabila ia keluar rumah dengan niat mengambil
harta milik orang lain dengan cara anarkis sehingga membuat suasana menakutkan
atau mencekam, walaupun ia tidak berhasil mengambil harta dan atau membunuh
pemilik harta.
2.
Apabila ia keluar rumah dengan niat mengambil
harta milik orang lain dengan cara anarkis dan berhasil mengambil harta tetapi
tidak membunuh pemilik harta
3.
Apabila ia keluar rumah dengan niat mengambil
harta milik orang laindengan cara anarkis, tidak berhasil mengambil harta tetapi
membunuh pemilik harta.
4.
Apabila ia keluar rumah dengan mengambil harta
milik orang lain dengan cara anarkis, berhasil mengambil harta dan membunuh
pemiliknya.
Para fuqaha (ahli hukum islam) mengkategorikan
penodongan atau perampokan dengan pencurian besar. Namun, pengertian
muharib saat ini di indonesia biasa disebut pelaku teroris. Pelaku
teroris (muharib) dimaksud, harus memenuhi dua syarat pokok yaitu jami’
dan mani’. Jami’ yakni segala tindakan
kejahatan perilaku manusia, sedangkan mani’ adalah segala tindakan pencegahan
perilaku manusia untuk berperilaku hirabah. Tindak pidana perampokan sendiri
telah diatur hukuman serta larangannya dalam islam sebab tindakan merampok
dapat merugikan orang lain. Seorang korban perampokan tidak hanya
terancam kehilangan harta saja namun ia berpotensi terluka dan bahkan terancam
kehilangan nyawa. Oleh sebab itu al qur’an menuliskan beberapa ayat yang didalamnya terdapat larangan dan
hukuman merampok. Penodongan dijalan raya menurut al-aqauran merupakan suatu kejahatan yang gawat, yang dilakukan oleh
sekelompok atau seorang bersenjata yang mungkin akan menyerang mussafir atau
orang yang berjalan dijalan raya atau ditempat manapun mereka merampas harta
korbannya dengan menggunakan kekerasan bila korbannya berusaha lari mencarai
pertolongan. Dalam al-quran juga menyebutkan hal ini merupakan suatu
“peperangan
melawan allah
dan rasulnya” dan merupakan suatu usaha menyebar luaskan kerusuhan didunia.
B. Larangan dan hukumnya merampok
Perbuatan
merampok sangat diharamkan, hal ini berdasarkan pada Quran Surat Al-Maidah ayat
(33), yang berbunyi:
Artinya: “
Sesungguhnya
hukuman bagi orang-orang yang memerangi Allah dan Rasul- Nya dan melakukan
pengacauan di muka bumi, ialah mereka harus dibunuh atau disalib atau, tangan
dan kaki mereka dipotong selang-seling atau dibuang jauh. Demikian itu adalah
kehinaan bagi mereka di dunia ini. Dan di akhirat mereka akan mendapat siksa
yang heba
Imam Bukhari meriwayatkan
asbabul nuzul dari ayat ini. Beberapa orang suku ukul datang menghadap
rasulullah SAW di Madinah. Mereka berpura pura bahwa mereka ingin memeluk agama
islam. Mereka mengeluh kepada rasulullah SAW bahwa cuaca di Madinah tidak cocok
bagi mereka sehingga mereka mengalami gangguan kesehatan. Karena itu nabi
memerintahkan agar mereka dibawa keluar Madinah untuk tinggal ditempat yang
lebih bagi meeka dan minum susu dari sapi milik negara. Mereka membunuh
pemeliharanya dan melarikan diri dengan membawa serta sapi tersebut. Ketika
masalah tersebut dilaporkan kepada rasulullah SAW, beliau SAW memerintahkan
agar mereka dikejar dan dibawa kembali. Dan wahyu ini (dalam surat al-maidah
(5): 33) dturunkan pada saat ini
Perampokan bukan hanya suatu pelanggaran terhadap manusia dan
masyarakat melainkan juga berdasarkan kutipan ayat di atas seakan-akan
merupakan suatu pernyataan perang terhadap Allah SWT dan rasulnya
menggunakan kekerasan. Melakukan perang terhadap suatu masyarakat mungkin akan
mengakibatkan kekacauan, kekalutan, dan hilangnya rasa aman dipikirkan dan di
hati. Oleh karena itu perampok adalah orang yang menggunakan kekerasan
(bersenjata) terhadap orang-orang yang yak berdosa dan tak mempunyai rasa
permusuhan terhadap mereka sebelumnya.
Beratnya tindak perampok ini tetap sama apakah ia dilakukan disebuah kota, desa
ataupun dipadang pasir, dan korban tiada berdaya, tidak memperoleh
pertolongan atau dilarang berteriak tolong. Inilah bentuk perampokan yang
sempurna menurut Imam Malik perampokan yang dilakukan baik diluar maupun
didalam kota, tetapi Imam Abu Hanifah berbeda pendapat darinya dalam hal ini bahwa
jika tindakan semacam itu dilakukan dikota, maka ia tak termasuk perampokan
karena ada pihak berwenang yang akan melindungi warganya. Ulama yang lain
mengatakan sama saja halnya apakah dilakukan diluar atau didalam kota asalkan
ia menggunakan kekerasan maka itu
temasuk perampokan. Sedangkan Imam Syafi’i menjelaskan bahwa pihak yang
berwenang lemah, tak dapat menolong atau melindungi warganya maka
perampok bersenjata mungkin saja terjadi didalam kota
C. Unsur-Unsur Tindak Pidana Perampokan.
1.
Keluar untuk mengambil harta.
2.
Dilakukan dengan terang-terangan dan disetai
kekerasan.
3.
Adanya realisasi, apakah itu dalam bentuk
intimidasi (menakut-nakuti) saja, atau mengambil harta saja, atau membunuh
saja, atau mengambil harta, intimidasi dan membunuh.
4.
Adanya niat (kesengajaan) dari pelaku
Syarat-syarat seseorang dapat diberi hukuman
pidana prampokan
Syarat pada Subjek:
1.
Harus baligh dan berakal .
2.
Dilakukan atas kemauan sendiri c.
3.
Pelaku mengetahui bahwa sanya perbuatan itu
dilarang.
4.
Harus laki-laki semuanya (menurut Abu Hanifah.
Sedang menurut yang lainnya tidak mensyaratkannya
Syarat pada Objek: a.
1.
100% milik orang lain.
2.
Yang diambil hanya harta mutaqawwim (bernilai
dalam pandangan syar’i)
3.
Harta yang bersifat bergerak.
4.
Harta harus mencapai nisab, nisabnya sama
dengan nisab pada pencurian
Syarat pada korban, yaitu harus orang Islam
Macam-macam perampokan dan hukumannya
Macam-macam perampokan dapat dikategorikan atau digolongkan sebagai berikut:
1.
Jika perampok itu memeras harta korban dan
membunuhnya pula maka perampoknya dihukum dibunuh dan disalib .
2.
Jika perampok itu hanya membunuh korbannya dan
tidak merampas hartanya maka perampoknya dibunuh saja.
3.
Jika perampok itu hanya merampas harta kornbannya
dan tidak membunuhnya maka perampoknya dipotong tangan dan kakinya
berselang-seling. Kalau tangan kanan yang dipotong maka kaki kirinya juga
dipotong .
4.
Jika perampok itu hanya menakut-nakuti
orang-orang yang lalu atau mengganggu ketertiban umum maka mereka dibuang
jauh-jauh atau dipenjarakan saja
Had yang dijatuhkan atas pembegal, perampok dan
penyerobot di jalan jalan raya, ialah
menurut tertib yang tersebut dalam Al qur’an. Pendapat ini disetujui Abu Hanifah dan Ahmad. Imam malik berbeda
pendapat. Ia berpendapat bahwa had diserahkan kepada ijtihad hakim (kepala
negara). Maka boleh dihukum bunuh, boleh dihukum salib, boleh dipotong tangan
sebelah dan kaki sebelah dan boleh dipenjarakan.
Hukuman mati dijatuhkan kepada perampok
(pengganggu keamanan) apabila mereka melakukan pembunuhan. Hukuman ini
merupakan hukum had dan bukan qishas. Oleh karena itu hukuman tersebut tidak
boleh dimaafkan. Menurut Ahmad jika perampok tersebut telah
membunuh maka hendaknya ia dibunuh lalu disalibkan sesudah dibunuh. Sedangkan
Abu Hanifah berpendapat jika ia telah mengambil harta dan membunuh maka imam
boleh memilih antara memotong sebelah kaki dan sebelah tangan, dengan membunuh
mati tanpa menyalibnya
Hukuman mati disalib ini dijatuhkan apabila perampok melakukan
pembunuhan dan merampas harta benda. Jadi hukuman tersebut dijatuhkan
atas pembunuhan dan pencurian harta bersama sama dan pembunuhan tersebut
merupakan jalan untuk memudahkan pencurian harta. Hukuman tersebut juga
merupakan hukuman had yang tidak bisa dimaafkan.
Hukuman potong tangan dan kaki ini dijatuhkan apabila perampok
hanya mengambil harta tanpa melakukan pembunuhan. Dalam hal ini yang anggota badan
yang dipotong adalah tangan kanan dan kaki kiri pelaku.
Hukuman pengasingan dijatuhkan apabila perampok (pengganggu
keamanan) hanya menakut nakutin orang orang yang lewat dijalan tetapi tidak
mengambil harta benda tetapi tidak mengambil harta benda dan tidak pula
membunuh. Ahmad berkata bahwa diasingkan yang dimaksud adalah diusir dari
kampung dan tidak memberikan mereka berkediaman disuatu tempat. Namun Abu Hanifah berpendapat bahwa jika mereka dapat ditangkap sebelum dapat mengambil harta orang dan
sebelum dapat membuuh seseorang, hendaklah imam (hakim) memenjarakan mereka
sehingga mereka bertobat. Imam Malik jika mereka dapat ditangkap, walaupun
sebelum mereka membunuh atau merampas harta orang, maka hakim boleh memutuskan
mana yang dipandang baik. Jika yang ditangkap itu kepala perampok da
berpengaruh, boleh dibunuhnya. Kalau hanya mempunyai tenaga tapi tidak
berpengaruh, cukuplah dengan diasingkan.
Pendapat
yang sama juga diutarakan Imam Malik dalam hal hukumannya, jika pelaku
adalah seorang wanita maka dia pun harus tetap dihukum. Hukuman-hukuman
tersebut dapat diterapkan pada seorang wanita yang merampok, dengan
pengecualian bahwa dia tidak boleh diasingkan karena hal ini daapat
mengakibatkan mereka melakukan perzinahan yang merupakan pelanggaran yang lebih
mengerikan. Dalam hal Taubatnya Pelaku Perampokan Bagaimana dalam hal ini jika
seorang yang telah merampok/membegal telah melakukan taubat sebelum ia
tertangkap? Apakah dia dapat diampuni dari kesalahan dan dosa-dosa nya?. Jika
ada pemberontak atau pembegal yang berbuat kerusakan dimuka bumi ini melakukan
taubat sebelum ia tertangkap, sedangkan mungkin, pemerintah akan
dapat menangkap mereka, maka Allah akan mengampunkan dosa mereka yang telah
lewat dan hukuman mereka karena perampokan/pembegalan gugur karena allah telah
berfirman yang artinya: “Demikian itu bagi mereka suatu kehinaan dan dunia dan
mereka akan mendapat siksaan hebat di akhirat kecuali orang-orang yang
bertaubat sebelum dapat kamu tangkap. Maka ketahuilah bahwa allah maha
pengampun dan penyayang”.
Dalam
keadaan bagaimanapun penyesalan yang mendalam sebelum pelaksanaan hukuman
telah sangat terlambat sebagai alasan untuk mohon keampunan tetapi dia pelaku
tetap harus bertanggung jawab atas semua pelanggaran selain mrampok dan harus
mengembalikan harta korban yang tak berdosa itu. Sebagaimana yang ada dalam Q.S
Al-Maidah (34)
“Kecuali orang
-orang yang bertaubat (diantara mereka) sebelum kamu dapat menguasai
(menangkap) mereka maka ketahuilah bahwasanya Allah maha pengampun lagi maha
penyayang”
Adapun
syarat-syarat taubat yang harus dilakukan agar diterima, taubat itu meliputi
lahir dan batin tetapi hukum melihat segi lahirnya, bukan batin yang hanya
diketahui oleh Allah semata, jika perampok/pembegal taubat sebelum tertangkap
maka taubatnya diterima dan segala konsekuensinya berlaku. Tetapi sebagian
ulama mensyaratkan bahwa yang bertaubat menyerah pada pemerintah lalu
pemerintah menerimanya tetapi ada pula pendapat tanpa mensyaratkan demikian.
Dan pemerintah wajib menerima taubat setiap orang yang mau taubat. Dan ada pula
pendapat mengatakan taubatnya cukup dengan menanggalkan senjatanya dan
meninggalkan tempat-tempat timbulnya
kejahatan
(perampokan/pembegalan) tersebut dan menjaga keamanan
masyarakat, tanpa
perlu menyerahkan
diri kepada pemerintah. Perampok itu mungkin laki-laki atau perempuan sepanjang
mereka sadar, sehat ingatan, dan dewasa. Begitu mereka mengaku melakukan
kejahatan itu kalau dua orang saksi muslim dewasa memberikan bukti atas
perbuatan mereka sekalipun andaikan saksi itu adalah mereka yang menjadi korban
maka hukuman bagi si pelaku harus dijatuhkan.
Ibnu Jarir menerangkan katanya: ali telah
bercerita kepadaku bahwa walid bin muslim telah bercerita kepada kami katanya:
laits telah berkata: begitulah musa al madani seorang amir kami-
bercerita kepadaku bahwa ali al asadi membegal, menakut-nakuti orang-orang
berjalan, membunuh dan merampas harta. Lalu ia dicari oleh pejabat-pejabat dan
masyarakat. Tetapi ia lolos dan mereka tidak dapat menangkapnya sampai dia
datang kembali dalam keadaan taubat. Hal itu disebabkan karena ia mendengar
seorang laki-laki membaca ayat yang artinya:
“Katakanlah hai
hamba-hambaku yang berbuat durhaka kepada dirinya! Janganlah kamu berputus asa
dari rahmat Allah. Allah sungguh mengampunkan segala dosa. Dia sungguh maha pengampun maha penyayang”. (az-Zumar:
53)
Lalu ia berhenti di hadapanya seraya berkata: “hai hamba allah
ulangi lah bacaanya”. Lalu ia ulangi untuknya. Kemudian ia sarungkan
pedangnya. Kemudian ia kembali dengan taubat dan tiba di madinah wktu sahur.
Lalu ia mandi. Kemudian datang ke masjid rasulullah lalu shalat subuh. Kemudian
ia duduk enghadap abu hurairah yang ada di tengah tengah muridnya. Tatkala
orang-orang ini pergi, barulah orang-orang mengenalnya lalu mereka berdiri
dihadapannya. Maka ali al mazdi: kalian tidak ada alasan berbuat kepada saya.
Saya telah bertaubat sebelum kalian dapat menagkap saya. Lalu abu hurairah
berkata: dia benar. Dan beliau pegang tangannya sampai marwan bin hakam datang
ketika itu beliau menjadi amir di madinah pada jaman khalifah muawiyah.
Lalu beliau berkata: ini adalah ali yang datang dengan bertaubat dan
tidak ada lagi bagi kalian bertaubat kepadanya, juga tidak ada hukuman
bunuh terhadapnya lalu ali meninggalkan semua kejahatannya. Kata (musa) selanjutnya: ali lalu keluar dalam keadaan taubat untuk berjihad di
jalan Allah di tengah laut. Lalu mereka (pasukan islam) berhadapan dengan
tentara romawi lalu mereka berada satu perahu dengan satu perahu lalu ali menyerang
kedalam perahu mereka maka merekapun melarikan diri ke sudut lain dan saling
serang menyerang sehingga mereka dapat ditenggelamkan semuannya
Para ulama telah pula memberikan pendapat
mengenai tindakan perampokan dapat dikategorikan menjadi:
1.
Perampokan yang hanya dapat membunuh tetapi tak
dapat membawa rampasannya, tetap dianggap merampok .
2.
Kalau mereka membunuh dan membawa serta harta
korbannya, inilah perampokan yang lengkap .
3.
Jika mereka merampas hart dengan menggunakan
kekerasan tetapi tidak membunuh 4.
4.
Bahkan sekalipun mereka hanya menakut-nakuti
tanpa memaksa merampok, namun ia tetap dianggap merampok
D.
BUGHAT DAN KETENTAUN HUKUM ISLAM
1. Pengertian dan Hukum Bughat
Kata
bughat adalah bentukan dari fi’il ( بَغَى-يَبْغِى) yang berarti mencari, maksiat, melampuai
batas, berpaling dari kebenaran, dhalim.
Sedangkan
menurut istilah syara’ bughat berarti orang-orang yang menentang imam dengan
jalan keluar dari pimpinannya dan menolak kewajiban yang dibebankan kepadanya
dan mereka mempunyai alas an , pengikut dan kekuatanserta ada imamnya
tersendiri.
Dari
pengertian tersebut sekelompok orang dikatakan bughat jika memenuhi syarat
sebagai berikut:
a.
Memiliki kekuatan untuk melawan.
b.
Mereka menyatakan keluar dan tidak mau memenuhi kewajiban
yang dibebankan kepada mereka.
c.
Memiliki alasan mengapa mereka keluar dari imam.
d.
Mereka memiliki pengikut.
e.
Mereka memiliki pemimpin sendiri yang ditaati.
Jika
orang-orang yang membangkang itu tidak taat pada imam, dan telah memenuhi
syarat dikatakan pembangkang maka ia dikatakan sebagai kelompok yang dzalim dan
telah keluar dari jamaah pada hal mentaati pemimpin itu diperintahkan
oleh Allah swt. Segaraimana firmanNya :
Hai orang-orang yang beriman,
taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian
jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada
Allah (Al Qur'an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada
Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik
akibatnya. (QS. An
Nisa' 59)
Hukum bughat adalah haram, dan dapat
diperangi sampai mereka kembali taat. sesuai dengan firman Allah SWT :
“Dan jika ada dua golongan dari
orang-orang mu’min berperang maka damaikanlah antara keduanya. Jika salah
satu dari kedua golongan itu berbuat aniaya terhadap golongan yang lain maka
perangilah golongan yang berbuat aniaya itu sehingga golongan itu kembali
kepada perintah Allah; jika golongan itu telah kembali (kepada perintah Allah)
maka damaikanlah antara keduanya dengan adil dan berlaku adillah. Sesungguhnya
Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.” (QS. Al Hujurat: 9)
2. Tindakan Terhadap Bughat
a.
Pelaku bughat wajib diupayakan agar mereka kembali taat
kepada imam. Usaha mengajak mereka kembali taat dilakukan dengan cara bertahap,
yaitu
b.
Mengirim utusan kepada mereka untuk mengetahui sebab-sebab
mereka melakukan pemberontakan. Apabila sebab-sebab itu ternyata berupa
ketidaktauan, maka diusahakan agar mereka jadi mengerti.
c.
Jika tindakan pertama tidak berhasil dan mereka tetap
bertahan dengan pendapat mereka, tindakan selanjutnya adalah menasehati mereka
dan mengajak untuk kembali mentaati imam yang syah.
d.
Jika usaha kedua itupun tidak berhasil, maka tindakan ketiga
adalah memberikan ultimatum atau ancaman.
e.
Jika dengan ketiga tersebut meraka masih tetap tidak mau
kembali taat, tindakan terakhir adalah memerangi mereka sampai sadar dan
kembali taat.
Agar ada
perbedaan antara perang dengan orang kafir dan kelompok kaum muslimin yang
membangkang pemerintah , maka tawanan-tawanan kaum pembangkang tidak boleh
dibunuh, tetapi hanya ditahan saja sampai mereka kembali insyaf. Harta mereka
yang sudah terlanjur dirampas tidak boleh dijadikan sebagai barang rampasan,
tetapi jika sudah insyaf harus dikembalikan lagi. Demikian juga mereka yang
tertawan dalam keadaan luka-luka harus dirawat. Dalam keadaan perang jika
mereka telah mengundurkan diri tidak boleh dikejar.
3. Hikmah Dilarangnya Bughah
a. Agar umat Islam hanya ada satu
komando yaitu imam yang sah.
b. Menyadarkan betapa pentingnya
persatuan dan kesatuan
c.
Mengingatkan agar senantiasa mengamalkan perintah
Allah swt. khususnya taat kepada
d.
imam yang sah.
e.
Mengingatkan bahwa perbedaan dalam satu kelompok adalah
rahmat asal tidak terjadi
percekcokan dan permusuhan.