Hal-hal Yang Wajib Bagi Mayit
Menurut Imam Nawawi dan Al-Rafi’iy bahwa ada 4 hal
yang menjadi tanggung jawab ahli mayit. Di antaranya adalah memandikan,
mengkafani, menyalati dan menguburkan. Namun sebahagian ada yang menambahkan
Jumhur ulama menyepakati hukum mengurus jenazah
adalah fardlu kifayah, yakni gugur kewajiban apabila satu orang atau sebagaian
dari kaum tersebut melaksanakan kewajiban tersebut.
1. Menyediakan alat dan bahan yang dibutuhkan, yaitu:
·
Air
mutlak secukupnya
·
2
pasang sarung tangan dari kain kafan.
·
Kapur barus
(kamper).
·
Daun bidara/sabun.
·
Kain gulung
(untuk membersihkan gigi dan kuku)
·
Kapas
·
Alat dan bahan lain
yang diperlukan.
2.
Menyediakan tempat pemandian khusus yang
tertutup dari penglihatan umum.
3.
Menutupaurat jenazah dengan kain.
4. Niatkan mandi mayit dan ratakan air
ke seluruh badan dari atas kepala hingga ujung kaki sebanyak tiga kali
dan diulang hingga lima kali.
نويت الغسل لرفع الحدث الاكبر عن
جميع البدن هذا الميت فرض الكفاية لله تعالى :
Artinya
:
Aku berniat menghilangkan hadats besar
(memandikan) dari seluruh tubuh mayat ini fardlu kifayat lillahi ta’ala.
5.
Melenturkan persendian jenazah, memotong kuku
dan rambut ketiaknya yang panjang. Potongan kuku dan rambut ketiak tidak dibuang,
melainkan dimasukkan ke dalam kain kafan jenazah.
6.
Menekan perut jenazah secara perlahan hingga kotoran ada
di dalamnya keluar. Kotoran yang keluar dibersihkan dengan sabun, kemudian dibilas dengan
air mutlak menggunakan sarung tangan sambil membaca do’a istinja.
اَللَّهُمَّ طَهِّرْ قَلْبِيْ مِنَ
النِّفَاقِ وَحَصِّمْ فَرْجِيْ مِنَ اْلفَوَاحِشِ
Artinya
:
Ya
Allah, bersihkanlah hati ini dari sifat nifaq dan peliharalah kami
dari perbuatan tercela.
7.
Menghilangkan najis yang terdapat di
permukaan tubuh dengan mengalirkan air mutlak ke seluruh tubuh, termasuk membersihkan anggota kecil tubuh seperti gigi,
hidung dan telinga menggunakan kain gulung yang telah disediakan.
8. Mewudhukansimayit.
Seperti wudhu ketika akan shalat. Bahkan kalau perlu sebelum wudhu,
jenazah disiwak terlebih dahulu. Tidak perlu dengan kayu ‘ud atau sikat gigi.
Cukup menggunakan kain basah saja,
lalu digosok-gosokkan pada gigi jenazah secara pelan-pelan.
Demikian halnya membersihkan setiap lubang yang terbuka secara hati-hati.
9. Memiringkan tubuh ke kiri dan basuh air
mutlak pada tubuh bagian kanan. Setelah itu,
miring kan tubuh jenazah ke kanan untuk membasuh tubuh bagian kiri dengan air mutlak.
Basuh tubuhnya dengan rata dan sempurna. Air yang
digunakan hendaknya tidak terlalu dingin dan tidak panas.Cegah masuknya air
ke dalam tubuh jenazah dan pastikan tidak ada kotoran yang tertinggal.
10.
Mewudhukan jenazah dengan niat wudhu,
seperti wudhu ketika akan shalat.
11.
Setelah wudhu selesai,
tubuh jenazah kembali ditutup dengan kain.
12. Siramkan larutan daun bidara/sabun mandi dan kapur barus ke seluruh tubuh jenazah dengan
rata. Daun bidara digunakan untuk membuat kulit jenazah kesat,
sedangkan kapur barus digunakan untuk menghilangkan bau tidak sedap pada tubuh jenazah.
Proses
tersebut di atas sesuai dengan sabda Nabi Muhammad SAW,
اِغْسِلْنَهَا
ثَلاَثًا اَوْ خَمْسًا اَوْ اَكْثَرَ مِنْ ذَالِكَ اِنْ رَاَيْتُنَّ ذَالِكَ بِمَاءٍ
وَسِدْرٍ وَاجْعَلْنَ فِي اْلاَخِرَةِ كَافُوْرًا اَوْشَيْئًا مِنْ كَافُوْرٍ وَابْدَءْنَ
بِمَيَامِنِهَا وَمَوَاضِعِ اْلوُضُوْءِ مِنْهَا فَظَفَّرْنَا شَعْرَهَا ثَلاَثَةَ
اَثْلاَثٍ قَرْنَيْهَا وَنَاصِيَتِهَا (رَوَاهُ اْلبُخَارِيْ)
“Basuhlah ia tiga kali, atau lima kali atau lebih dari itu, jika
kalian melihat hal yang demikian (pergunakanlah) dengan air dan bidara pada
permulaannya, dan gunakanlah kafur atau campurkan sedikit kafur dalam basuhan
terakhir. Mulailah dari bagian tubuh sebelah kanan dan tempat-tempat wudhu”.
Lalu Ummu ‘Athiyyah berkata: “Lalu kami menyela-nyela rambutnya tiga kali kali
berulang tanduk dan ubun-ubunnya.” (HR.
al-Bukhariy).
13.
Keringkan tubuh jenazah dengan handuk.
14.
Selesai.
Ini sebuah faidah:
Meskipun demikian, ada
beberapa jenazah yang tidak perlu dimandikan dan dishalati di antaranya :
-
orang yang meninggal syahid,
bahkan dikubur dengan pakaiannya yang berlumuran darah, tanpa menggantinya
dengan kain kaffan.
-
Bayi yang mati karena keguguran.
Yakni janin yang belum berusia 4 bulan di dalam kandungan. Adapun yang sudah
berumur lebih dari 4 bulan dalam kandungan, maka dimandikan, dikafani,
dishalati dan diberi nama.
1)
Mengkafani
a.
Cara Mengkapani
Tentunya kaffan disediakan setelah
selesai memandikan jenazah. Caranya :
·
Jenazah
laki-laki
1.
Hamparkan tikar.
2. Letakan tiga lima utas tali
pengikat di atas tikar.
3.
Kain kaffan dipotong tiga.
Ukurannya disesuaikan jenazah ditambah 60 cm.
4. Atau bisa ditumpuk tiga lapis saja.
5. Setu lembar kain kurung di atas kaffan 1, 2 dan 3.
Jenazah
perempuan
Seperti
halnya persediaan kaffan jenazah laki-laki, hanya saja ditambah 2 lembar lagi
yakni 1 lembar untuk sarung dan 1 lagi untuk celana dalam.
1.
Lalu di atasnya, dihamparkan kapas gulung, taburan ramuan minyak-minyakan
seperti serbuk kayu cendana, air mawar, kafur barus dan daun pandan.
2.
Untuk jenazah perempuan,
pakaikanlah celana dalamnya kain ke-5).
3.
Balutkan sarungnya (kain ke-4).
4.
Tutupkan kain kurungnya
(kerudung) yang bagian depan (jenazah perempuan).
5.
Bungkus jenazah dengan kain
kaffan ke-3.
6.
Bungkus kembali dengan kain
kaffan ke-2.
7.
Kain kaffan yang ke-1, dilibatkan
(mennutupi) kain ke-2 dan ke-3).
8.
Ikatlah jenazah dengan 5 (lima)
ikat tali yang sudah disediakan.
b.
Keutamaan Mengkapani
مَنْ
غَسَّلَ مُسْلِمًا فَكَتَمَ عَلَيْهِ غَفَرَ اللَّهُ لَهُ أَرْبَعِينَ مَرَّةً ،
وَمَنْ حَفَرَ لَهُ فَأَجَنَّهُ أُجْرِىَ عَلَيْهِ كَأَجْرِ مَسْكَنٍ أَسْكَنَهُ
إِيَّاهُ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ ، وَمَنْ كَفَنَّهُ كَسَاهُ اللَّهُ يَوْمَ
الْقِيَامَةِ مِنْ سُنْدُسِ وَإِسْتَبْرَقِ الْجَنَّةِ
Barangsiapa yang memandikan seorang muslim
kemudian menyembunyikan (aibnya), Allah akan ampuni untuknya 40 kali.
Barangsiapa yang menggalikan kubur untuknya kemudian menguburkannya, akan
dialirkan pahala seperti pahala memberikan tempat tinggal hingga hari kiamat.
Barangsiapa yang mengkafaninya, Allah akan memberikan pakaian untuknya pada
hari kiamat sutera halus dan sutera tebal dari surga (H.R alBaihaqy,
atThobarony, dishahihkan oleh al-Hakim dan al-Albany)